Senin, 15 November 2010

IKHTIAR MENGISI BEJANA CINTA


Badan saya terasa lelah karena semalam baru pulang dari luar kota tepatnya luar pulau, pesawat delay hampir 2 jam membuat saya sampai rumah sekitar pukul 1 malam. Namun kelelehan ini dapat segera terobati sesaat setelah menemui 2 putri saya yang dengan setia telah menunggu di rumah. Mereka adalah salah satu alasan saya menjalani hidup dengan semangat, sang kakak sudah 17 th pada September lalu sedang adik masih kelas 4 SD.



Esok hari, menyiapkan segala kebutuhan anak dengan maksud membantu memudahkan urusan mereka adalah sesuatu yang lazim dilakukan oleh setiap Ibu, namun karena kakak sudah menginjak dewasa maka hal itu harus mulai diarahkan pada proses untuk memandirikannya, maka setiap hari kami berbagi apa yang harus saya kerjakan dan apa yang harus mereka selesaikan sendiri.



Kita sebagai orangtua sering merasa sudah mencintai anak kita dengan melakukan atau lebih tepatnya memberikan semua yang kita pikir sebagai bukti mencintai mereka. Misalnya, memberikan mainan yang mahal, makan direstoran yang mahal, sekolah di sekolah terkenal atau pembantu yang siap melayani kebutuhan mereka dan lain sebagainya. Namun, apakah benar bahwa mereka merasa telah dicintai?



Ada satu pertanyaan yang sering terlintas namun tidak pernah berani saya tanyakan pada mereka, yakni “apakah kalian telah merasa dicintai oleh Bunda?” Saya yakin bahwa persepsi “mencintai” & “dicintai” antara saya sebagai orangtua dan mereka sebagai anak berbeda.

Menurut Garry Chapman dalam bukunya Five Love Languages mengatakan bahwa seorang anak menerima cinta melalui lima cara:

1. Cara pertama melalui waktu yang berkualitas; waktu yang berualitas tidak bisa tercipta tanpa adanya kuantitas. Jadi, bersyukurlah teman-teman yang lebih banyak memiliki waktu bersama anaknya. Tetapi memberi banyak waktu kepada anak tanpa adanya komunikasi yang baik dan kedekatan emosi bukanlah waktu yang berkualitas.
2. Cara kedua dengan kata-kata positif atau pujian dan dukungan; pujilah anak dengan tulus dan spesifik maka anak akan cenderung mengulangi perilaku positif tersebut. Siapa yang tidak suka mendapat pujian, dukungan dan penghargaan atas apa yang kita lakukan? Maka anakpun demikian.
3. Cara ketiga dengan sentuhan fisik; sentuhan dalam bentuk elusan di kepala, tepukan di punggung atau pundak, pelukan sayang, mengandeng anak saat berjalan atau tindakan apa saja yang menyentuh anak secara lembut, hangat dan penuh kasih sayang
4. Cara keempat dengan pelayanan; tidak berarti anak duduk manis lalu kita mengerjakan sesuatu untuk mereka, tapi membantu sewajarnya.
5. Cara kelima dengan pemberian hadiah; bukan berarti membelikan sesuatu yang mahal tetapi cukup membawakan makanan/camilan kesukaannya saat kita sedang keluar kota misalnya.

Menggunakan lima bahasa cinta di atas sesuai kebutuhan dengan tepat akan menjadikan bejana cinta anak-anak kita terisi terus menerus sehingga anak akan tumbuh dan berkembang dengan optimal.



Kalau anak kita menunjukkan perilaku yang “kadang” tidak kita harapkan itu adalah tanda bahwa isi bejananya berkurang, perlu kita fahami bahwa bisa jadi “kenalan” anak kita adalah cara mereka untuk memberi tanda pada kita dan kalau kita tidak peka maka mereka akan menampakkan perilaku yang kemudian membuat kita dengan mudah memberi label negatif pada putra/putri kita.



Nah, dengan kesadaran ini, maka sore hari ketika 2 putri saya hendak makan malam sang kakak dengan tenang berkata: “ Bun, makan malam ini akan lebih enak kalau Bunda yang menyuapi kami”, sesaat saya terkejut dan hampir saja mengeluarkan kata penolakan, bersyukur saya segera sadar bisa jadi hal itu dia sampaikan karena beberapa hari saya tidak bersama mereka. Maka, jadilah sore itu saya menyuapi kedua putri saya –hal yang jarang terjadi- sebagai ikhtiar mengisi bejana cinta mereka.



Dan akhirnya, ketika ada seorang sahabat meng-sms- saya dan menanyakan apa yang sedang saya lakukan saat week end ini saya katakan bahwa barusan saya menyuapi 2 gadis saya... hmmm



Tidak ada komentar:

Posting Komentar